The Shattered Light-Chapter 83: – Bayangan yang Kembali

If audio player doesn't work, press Reset or reload the page.

Chapter 83 - – Bayangan yang Kembali

Kaelen menatap nama yang terukir di bawah ukiran itu—Serina. Bibirnya mengucapkan nama itu perlahan, tetapi tidak ada ingatan yang muncul. Hanya perasaan kosong yang mengiris dadanya seperti pisau. Ia menoleh ke arah Penjaga Ingatan, berharap mendapat jawaban.

"Apa yang terjadi padanya?" suara Kaelen bergetar.

Penjaga Ingatan menatapnya dalam-dalam, lalu berjalan lebih dalam ke gua. "Kau ingin tahu kebenarannya? Maka kau harus melihatnya sendiri."

Kaelen mengikuti pria itu, langkahnya berat oleh ketidakpastian. Mereka melewati lorong sempit yang diterangi oleh nyala obor, hingga akhirnya mereka tiba di sebuah ruangan luas dengan pilar-pilar batu yang menjulang tinggi. Di tengah ruangan itu, ada sebuah altar kuno yang dipenuhi ukiran serupa dengan yang ada di dinding.

Penjaga Ingatan menaruh tangannya di atas altar, dan tiba-tiba cahaya keemasan menyebar, menciptakan pusaran energi di udara. "Sentuh ini, dan kau akan melihat apa yang telah terlupakan."

Kaelen menelan ludah. Begitu jari-jarinya menyentuh pusaran itu, gelombang rasa sakit menghantam kepalanya. Dadanya sesak, seolah-olah ada sesuatu yang merobek jiwanya, memaksanya melihat apa yang telah ia lupakan. Kilatan cahaya dan bayangan bertabrakan di benaknya, menciptakan rasa mual yang hampir membuatnya roboh.

Ia berdiri di tengah medan perang. Hujan turun deras, dan bau darah memenuhi udara. Di depannya, seorang wanita dengan rambut hitam panjang bertarung mati-matian melawan pasukan Ordo Cahaya. Gerakannya lincah, setiap anak panah yang dilepaskannya menghantam musuh dengan presisi sempurna. Matanya penuh tekad, tetapi juga rasa putus asa.

"Kaelen!" suara wanita itu menggema dalam ingatannya.

Kaelen merasa jantungnya berdegup kencang. Wanita itu... Serina.

Ia melihat dirinya sendiri di masa lalu, berdiri di samping Serina, terluka parah tetapi tetap bertarung. Serina melindunginya, mengorbankan dirinya untuk memberi Kaelen kesempatan melarikan diri.

Kaelen mencoba berlari, tetapi kakinya terasa tertanam di tanah. "Tidak..." Ia ingin berteriak, ingin menghentikan pedang itu sebelum menembus tubuh Serina, tetapi segalanya bergerak seperti mimpi buruk yang tidak bisa ia ubah. Darah mengalir di tanah. Matanya bertemu dengan mata Serina yang terakhir kalinya—dan di dalamnya, ada sesuatu yang belum ia pahami sepenuhnya.

Lalu, kilatan cahaya. Serina menjerit ketika pedang Eryon menembus tubuhnya.

Kaelen terjatuh ke tanah, berteriak, tetapi suaranya tak terdengar.

Lalu semuanya menjadi hitam.

Kaelen tersentak mundur dari altar, tubuhnya gemetar hebat. Dadanya naik turun saat ia mencoba memahami apa yang baru saja ia lihat. "Aku... aku melupakannya."

This chapter is updat𝙚d by freeweɓnovel.cøm.

Penjaga Ingatan mengangguk. "Karena kau memilih kekuatan, ingatan tentangnya terhapus. Tetapi itu bukan berarti dia benar-benar hilang."

Kaelen mengepalkan tangannya, rasa bersalah membakar dadanya. "Aku tidak bisa membiarkan ini. Jika ada cara untuk mengingatnya, aku harus menemukannya."

Penjaga Ingatan menatapnya dengan tatapan penuh arti. "Jika kau masuk lebih dalam," katanya, suaranya lebih serius, "kau mungkin tidak hanya mengingatnya... kau mungkin juga merasakan semua penderitaan yang datang bersamanya. Kau yakin bisa menanggungnya?"

Kaelen menatap altar itu sekali lagi, lalu mengangguk. "Aku akan melakukannya."

Pusaran cahaya semakin cepat berputar, dan sebelum Kaelen bisa berkata apa-apa, suara bergema di pikirannya.

"Kaelen..."

Itu suara seorang wanita. Suara yang pernah ia kenal. Suara yang kini memanggilnya dari balik kegelapan.

Dalam ruangan yang sunyi, pusaran cahaya kembali berputar, dan perjalanan Kaelen untuk menemukan kembali Serina baru saja dimulai.