The Shattered Light-Chapter 57: – Bayangan yang Memudar
Chapter 57 - – Bayangan yang Memudar
Langit masih kelabu saat fajar perlahan menyapu kegelapan malam. Aroma hujan yang tersisa bercampur dengan bau darah dan tanah basah, menciptakan suasana yang mencekam. Di antara reruntuhan pertempuran, Kaelen berdiri terpaku, matanya menatap kosong ke arah tubuh yang terbujur kaku di tanah.
Serina.
Namun, sesuatu terasa aneh. Ia tahu nama itu seharusnya berarti sesuatu baginya, tetapi semakin ia mencoba mengingat, semakin kosong pikirannya. Ia menggenggam pedangnya lebih erat, dadanya sesak oleh sesuatu yang tak bisa ia pahami.
"Kaelen," suara Lyra memanggil, gemetar. Ia berlutut di samping Serina, tangannya bergetar saat menyentuh wajah sahabatnya yang kini tak bernyawa. "Dia... dia mengorbankan dirinya untuk kita. Untukmu."
Kaelen merasakan denyut di pelipisnya semakin kuat. Setiap kali ia berusaha menggali ingatan, rasa sakit menusuk kepalanya seperti bilah pedang yang mencabik-cabik pikirannya. Nafasnya tercekat, tangannya gemetar saat mencoba menggenggam sesuatu yang tak kasat mata—bayangan Serina yang semakin memudar. "Aku... aku tidak ingat," suaranya parau, hampir tidak terdengar.
Lyra menatapnya dengan kemarahan bercampur duka. "Bagaimana bisa kau tidak ingat? Serina selalu ada untukmu! Dia bertarung di sisimu!" Suaranya pecah di tengah emosi yang meluap.
Kaelen mundur selangkah. "Aku tidak tahu... Aku tahu aku seharusnya mengingatnya, tapi namanya, wajahnya, semuanya—menghilang."
Lyra menggeleng, matanya berkaca-kaca. "Ini karena kekuatanmu. Setiap kali kau menggunakannya, kau kehilangan sesuatu yang berharga. Berapa banyak lagi yang akan hilang sebelum kau sadar, Kaelen?"
Keheningan yang berat melingkupi mereka. Hanya suara angin yang berdesir melewati pepohonan. Kaelen menundukkan kepalanya, kegelapan dalam dirinya terasa lebih pekat dari sebelumnya.
Dari balik reruntuhan, Varrok muncul dengan langkah tertatih. "Pasukan Cahaya telah mundur, tapi mereka tidak akan pergi lama-lama. Kita harus bergerak sebelum bala bantuan mereka datang."
Lyra menoleh padanya, suaranya nyaris berbisik. "Serina... Kita tidak bisa meninggalkannya begitu saja."
Varrok menatap tubuh Serina, lalu kembali ke Lyra dan Kaelen. "Kita beri dia penghormatan yang layak. Tapi setelah itu, kita harus pergi."
Beberapa jam kemudian, di pinggir sungai yang mengalir tenang, mereka menggali kuburan sederhana untuk Serina. Lyra menggenggam busur sahabatnya erat-erat sebelum meletakkannya di atas gundukan tanah yang baru.
"Aku tidak akan melupakanmu," bisiknya.
R𝑒ad latest chapt𝒆rs at freewebnovёl.ƈom Only.
Kaelen berdiri sedikit menjauh, matanya terpaku pada busur Serina yang kini tergeletak di atas gundukan tanah. Jari-jarinya secara naluriah menelusuri gagang pedangnya, seolah mencari sesuatu yang hilang. Sesuatu dalam dirinya terasa kosong, seperti ada lubang besar yang tidak bisa diisi, dan semakin ia mencoba mengingat, semakin dalam kehampaan itu mengakar. Ia mencoba mencari dalam pikirannya, tetapi yang tersisa hanyalah bayangan samar yang tak bisa ia jangkau.
Saat mereka berbalik untuk pergi, Lyra menarik napas dalam, menguatkan dirinya. Namun sebelum melangkah, ia menoleh ke Kaelen, suaranya nyaris seperti bisikan. "Aku takut, Kaelen. Jika kau terus begini... akan tiba saatnya kau bahkan tidak mengingat siapa dirimu sendiri." Kaelen tidak menjawab. Angin malam bertiup lembut, membawa bisikan yang nyaris tak terdengar di telinganya.
"Jangan lupakan aku..."
Kaelen menoleh, tetapi tidak ada siapa pun di sana. Hanya bayangan panjang yang bergerak di bawah cahaya bulan, mengingatkannya bahwa semakin besar kekuatannya, semakin banyak yang akan hilang.
Dan ia takut suatu hari nanti, ia akan melupakan segalanya.